Otak Capek Bukan Karena Banyak Masalah, Tapi Banyak Mikirin Hal yang Nggak Penting

Pernah merasa capek padahal nggak ngapa-ngapain secara fisik? Bisa jadi kamu bukan lelah badan, tapi lelah pikiran. Overthinking alias mikir berlebihan sering kali jadi penyebab utamanya.

Yang bikin menyebalkan, overthinking itu nggak kelihatan, tapi terasa menyiksa.
Kamu bisa terlihat baik-baik saja, padahal di dalam kepala, pikiranmu seperti kereta yang nggak pernah berhenti di stasiun. Penuh pertanyaan, kemungkinan, dan skenario yang kadang bahkan nggak masuk akal.

Sumber Gambar : Pinterest

Jadi, pertanyaannya: overthinking bisa dicegah? Jawabannya: bisa banget. Tapi butuh kesadaran, latihan, dan keberanian untuk mengatur ulang cara berpikir.

Yuk, kita bahas satu per satu. Biar otakmu bisa istirahat dan kamu bisa hidup lebih tenang.

1. Sadari Pola Pikir yang Berlebihan

Langkah pertama untuk mengatasi overthinking adalah menyadari bahwa kamu sedang overthinking.

Tanda-tandanya:

  • Memikirkan kemungkinan terburuk dari suatu hal
  • Mengulang kejadian lama di kepala secara terus-menerus
  • Terjebak dalam “bagaimana kalau…”
  • Susah tidur karena pikiran nggak berhenti

Kalau kamu sadar sedang masuk ke mode ini, katakan ke diri sendiri:

“Stop. Ini cuma pikiranku yang lari terlalu jauh.”

Menyadari itu bukan kelemahan, tapi langkah pertama untuk ambil alih kendali.

2. Tuliskan Semua yang Mengganggu Pikiranmu

Pikiran yang tidak diungkapkan bisa seperti air penuh dalam ember—akhirnya tumpah dan bikin banjir.

Coba teknik “brain dumping”.
Ambil buku atau kertas, tulis semua isi kepalamu tanpa disensor: ketakutanmu, kekhawatiranmu, skenario-skenario aneh yang kamu pikirkan.

Setelah ditulis, kamu akan sadar:

Banyak dari yang kamu pikirkan itu sebenarnya cuma “hantu” dari pikiranmu sendiri.

Menuliskan itu seperti “memindahkan beban dari kepala ke kertas”. Rasanya plong.

3. Tanyakan: “Apa Bukti Nyatanya?”

Saat kamu mulai overthinking, tantang pikiranmu.
Misalnya kamu berpikir, “Aku pasti gagal nanti.”
Tanya balik:

“Apa buktinya? Sudah terbukti belum? Atau ini cuma rasa takutku aja?”

Kadang pikiran kita itu dramatis.
Membuat skenario horor padahal kenyataan belum tentu separah itu.

4. Fokus pada Hal yang Bisa Dikendalikan

Banyak hal yang bikin overthinking itu berasal dari sesuatu yang nggak bisa kita kendalikan.

Misalnya:

  • Pendapat orang
  • Masa lalu
  • Apa yang akan terjadi besok
  • Reaksi orang lain

Kunci penting:

Bedakan antara apa yang bisa kamu kontrol, dan apa yang harus kamu lepaskan.

Fokuskan energimu ke yang bisa kamu lakukan saat ini. Sisanya? Lepaskan.

5. Alihkan Fokus dengan Aktivitas Fisik

Kadang, overthinking itu cuma butuh “pemutus arus”.

Coba lakukan hal yang melibatkan fisik:

  • Jalan kaki
  • Bersih-bersih kamar
  • Olahraga ringan
  • Menari sendiri di kamar
  • Main dengan hewan peliharaan

Tubuh yang aktif bisa bantu meredam otak yang kebanyakan mikir. Dan kamu bisa “pindah” dari kepala ke dunia nyata.

6. Atur Napas, Atur Pikiran

Saat pikiran mulai melaju terlalu cepat, berhenti sejenak. Tarik napas perlahan.
Coba teknik ini:

  1. Tarik napas 4 detik
  2. Tahan 4 detik
  3. Buang 6 detik

Ulangi 5-10 kali.
Pikiranmu akan melambat. Dan di antara napas yang tenang, kamu akan merasa sedikit lebih waras.


7. Buat Waktu Khusus untuk “Overthinking”

Ini terdengar aneh, tapi efektif.
Daripada overthinking sepanjang hari dan membiarkan pikiranmu liar ke mana-mana, kenapa nggak dicoba bikin jadwal overthinking saja? Misalnya, beri waktu 15 menit sebelum tidur khusus untuk mikirin semua hal yang mengganggu kepala. Nggak usah pura-pura kuat, tapi juga jangan biarkan pikiranmu menguasai sepanjang hari. Karena jujur aja, kadang kita nggak lelah karena aktivitas… tapi karena otak terus mikir tanpa jeda.

Dengan menjadwalkan waktu khusus untuk overthinking, kita belajar memberi batas. Kita ngajarin diri untuk nggak menekan, tapi juga nggak larut terlalu dalam. Sebab terlalu banyak mikir tanpa arah cuma bikin kita capek dan stuck di tempat yang sama. Kita jadi lupa caranya menikmati hari, karena sibuk menebak-nebak masa depan atau mengutuki masa lalu.

Dan siapa sangka, dengan memberi ruang terbatas untuk overthinking, kita justru bisa lebih tenang di sisa waktu yang lain? Karena ternyata, bukan overthinking-nya yang harus dihapus… tapi bagaimana kita mengelolanya. Semua orang punya kekhawatiran, tapi tidak semua orang tahu cara menanganinya. Kamu bisa mulai dari sini—dari memberi waktu, memberi batas, dan tetap memberi pengertian pada diri sendiri.

Tulis, renungi, pikirkan hal-hal yang mengganggumu hanya di waktu itu.
Setelah waktunya habis, tutup jurnal atau matikan lampu. Move on ke hal lain.

Dengan cara ini, kamu mengontrol pikiran, bukan sebaliknya.

8. Ubah Pertanyaan “Kenapa” Jadi “Apa yang Bisa Aku Lakukan?”

Alih-alih bertanya:

  • “Kenapa hidupku begini?”
  • “Kenapa mereka nggak suka aku?”
  • “Kenapa aku nggak pernah cukup?”

Ubah jadi:

  • “Apa yang bisa aku ubah dari situasi ini?”
  • “Apa yang bisa aku pelajari dari pengalaman ini?”
  • “Apa langkah kecil yang bisa aku ambil hari ini?”

Pertanyaan yang baik akan membawa solusi.
Pertanyaan yang salah cuma membawa stres.

9. Hentikan Kebiasaan Membandingkan Diri

Salah satu penyebab overthinking terbesar adalah membandingkan diri dengan orang lain.
Lihat story orang bahagia → mikir kamu gagal.
Lihat orang sukses → merasa kamu tertinggal.

Tapi kamu lupa:

Kamu membandingkan kehidupanmu yang nyata, dengan potongan editan terbaik hidup orang lain.

Ingat, kamu punya cerita sendiri. Fokus pada perkembanganmu sendiri. Kamu bukan mereka. Dan itu oke.

10. Bicara dengan Seseorang

Overthinking bisa mengecil saat dibagi.
Kadang, pikiranmu hanya butuh ruang untuk keluar. Ceritakan pada teman yang kamu percaya, atau catat dalam jurnal.

Dan kalau sudah terlalu berat, tidak salah untuk cari bantuan profesional.

Berbicara pada psikolog bukan tanda kamu lemah, tapi tanda kamu cukup kuat untuk merawat diri.

11. Tidur yang Cukup Itu Kunci

Pikiran cenderung overthinking saat kamu lelah dan kurang tidur.
Kalau kamu tidur cukup, pikiranmu lebih jernih, emosimu lebih stabil, dan kamu punya kekuatan untuk berpikir lebih rasional.

Jangan sepelekan istirahat. Itu bukan kemalasan—itu pemeliharaan mental.

12. Buat Checklist Pikiran

Kalau kamu sering kepikiran banyak hal sekaligus, buatlah daftar:

Apa yang penting sekarang
yang bisa ditunda
yang harus dilepaskan

Menuliskannya akan membantumu menyaring, bukan menumpuk.

13. Ingat: Pikiranmu Bukan Fakta

Ini penting:

Tidak semua yang kamu pikirkan adalah kebenaran.

Kadang, yang menahan kita bukan kenyataan… tapi rasa takut yang tak kita akui. Bukan karena kita tak mampu, tapi karena ada bagian dalam diri yang pernah terluka dan masih belum pulih. Kadang itu cuma rasa takut. Kadang itu cuma bayangan masa lalu yang diam-diam masih menggenggam kuat. Atau mungkin, trauma lama yang belum sempat benar-benar kita ajak bicara.

Dan sering kali, kita terlalu keras menilai diri sendiri. Menyebut diri lemah saat gemetar, menyalahkan diri saat gagal, padahal kita hanya manusia yang pernah kecewa terlalu dalam. Penilaian itu tumbuh liar, bukan dari kebenaran… tapi dari luka yang belum selesai.

Maka dari itu, perlahan. Pelan-pelan saja. Kita tidak sedang berlomba menyembuhkan, tapi sedang belajar menerima. Menerima bahwa tidak apa-apa jika butuh waktu. Tidak apa-apa jika masih takut. Karena berani bukan berarti tak punya rasa takut, tapi tetap berjalan meski takut itu ada. Dan itu… adalah kekuatan yang sesungguhnya.

Belajarlah memisahkan antara pikiran dan realita.
Kalau kamu bisa melatih ini, hidupmu akan jauh lebih ringan.

Overthinking Itu Musuh yang Pintar, Tapi Bukan Tak Terkalahkan

Overthinking bukan berarti kamu lemah. Bukan berarti kamu aneh. Itu tanda bahwa kamu peduli, ingin semua berjalan baik, dan ingin menghindari kegagalan.

Tapi kamu juga harus tahu batasnya.
Karena terlalu banyak berpikir tidak membuat semuanya jadi lebih jelas—malah membuat semuanya jadi kabur.

Mulai sekarang, beri ruang pada dirimu sendiri untuk istirahat dari semua “bagaimana kalau…” yang tak berujung.

Kamu berhak untuk tenang.
Kamu berhak untuk tidak tahu segalanya.
Dan kamu berhak untuk hidup di saat ini, tanpa harus selalu siap untuk semua kemungkinan yang belum tentu terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *